PERAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM MEMBENTUK KARAKTER
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Akhlak yang
mulia merupakan cermin kepribadian seseorang, selain itu akhlak yang mulia akan
mampu mengantarkan seseorang kepada martabat yang tinggi. Penilian baik dan
buruknya seseorang sangat ditentukan melalui akhlaknya. Akhir-akhir ini akhlak
yang baik merupakan hal yang .mahal dan sulit dicari. Untuk membentuk pribadi
yang mulia, hendaknya penanaman akhlak terhadap anak digalakkan sejak dini
karena pembentukannya akan lebih mudah dibanding setelah anak tersebut menginjak
dewasa.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Pengertian
Pendidikan Akhlak ?
b. Dasar
Pendidikan Akhlak ?
c. Tujuan
Pendidikan Akhlak ?
d. Ruang
lingkup pendidikan akhlak ?
e. Upaya
Pendidikan Akhlak Dalam Membentuk
Karakter ?
C. TUJUAN MAKALAH
a. Mengetahui
Pengertian Pendidikan Akhlak
b. Mengetahui
Tujuan Pendidikan Akhlak
c. Mengetahui
Ruang Lingkup Akhlak
d. Menegtahui
Upaya Pendidikan Akhlak Dalam Membentuk Karakter
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN AKHLAK
Istilah
pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie yang berarti
bimbingan yang diberikan kepada anak[1].
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1989 tentang sistem
pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 1 dikemukakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Menurut
Athiyah al-Abrasyi seperti dikutip Ramayulis, .pendidikan (Islam) adalah
mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah
air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya,
halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan
lisan atau tulisan.
Dalam
masyarakat Islam sekurang-kurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan untuk
menandai konsep pendidikan, yaitu tarbiyah, ta’lim
dan
ta’dib.
Istilah tarbiyah menurut para pendukungnya berakar pada tiga kata.
Pertama, kata raba yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua, kata rabiya
yarba berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, rabba yarubbu yang
berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara. Kata al-Rabb,
juga berasal dari kata tarbiyah dan berarti mengantarkan sesuatu kepada
kesempurnaannya secara bertahap atau membuat sesuatu menjadi sempurna secara
berangsur-angsur. Istilah lain yang digunakan untuk menunjuk konsep pendidikan
dalam Islam ialah ta’lim.
Ta’lim
adalah
proses pembelajaran secara terus menerus sejak manusia lahir melalui
pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Proses ta’lim
tidak
berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam wilayah kognisi semata, tetapi terus
menjangkau wilayah psikomotor dan afeksi. Sedangkan kata ta’dib
seperti
yang ditawarkan al-Attas ialah pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa
pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai
tingkatan dan derajat tingkatannya serta tentang tempat seseorang yang tepat
dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi
jasmani, intelektual, maupun rohani seseorang. Dengan pengertian ini mencakup
pengertian ‘ilm
dan
amal[2].
Kata
akhlak berasal dari bahasa
Arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku dan tabiat.
Tabiat atau watak dilahirkan karena hasil perbuatan yang diulang-ulang
sehingga menjadi biasa. Perkataan ahklak sering disebut kesusilaan, sopan
santun dalam bahasa Indonesia; moral, ethnic dalam bahasa Inggris, dan ethos,
ethos dalam bahasa Yunani. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian
dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, yang juga erat
hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta, demikian pula dengan makhluqun
yang berarti yang diciptakan. Adapaun definisi akhlak menurut istilah ialah
kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan,
tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Senada dengan hal ini
Abd Hamid Yunus mengatakan bahwa akhlak ialah “Sikap mental yang mengandung
daya dorong untuk berbuat tanpa berfikir dan pertimbangan.” Menurut
Imam Ghazali, dalam kitab ihya ulumuddin, mengatakan akhlak ialah ‘Sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang
dan mudah dengan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan.” Ibrahim Anis
dalam al-Mu.jam
al-Wasith, bahwa akhlak adalah Akhlak ialah sifat yang
tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau
buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”
Menurut Abuddin Nata dalam
bukunya pendidikan dalam persfektif hadits mengatakan bahwa ada lima
ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
1.
Perbuatan akhlak
tersebut sudah menjadi kepribadian yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang.
2. perbuatan
akhlak merupakan perbuatan yang dilakukan dengan acceptable dan tanpa
pemikiran (unthouhgt).
3. Perbuatan
akhlak merupakan perbuatan tanpa paksaan.
4. Perbuatan
dilakukan dengan sebenarnya tanpa ada unsur sandiwara.
5. Perbuatan
dilakukan untuk menegakkan kalimat Allah[3].
Dengan
demikian dari definisi pendidikan dan akhlak di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh
seorang pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada seorang anak didik,
sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah. Pembentukan tabiat ini
dilakukan oleh pendidik secara kontinyu
dengan tidak ada paksaan dari pihak manapun.
B. DASAR PENDIDIKAN AKHLAK
Islam merupakan agama yang sempurna,
sehingga setiap ajaran yang ada dalam Islam memiliki dasar pemikiran, begitu
pula dengan pendidikan akhlak. Tidak diragukan lagi bahwa pendidikan akhlak
dalam agama Islam bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Qur’an sendiri
sebagai dasar utama dalam Agama Islam telah memberikan petunjuk pada jalan
kebenaran, mengarahkan kepada pencapaian kebahagiaan di dunia dan akhirat[4].
Di antara ayat yang menyebutkan pentingnya akhlak adalah dalam surat Ali Imran
ayat 104:
وَلْتَكُن
مِّنكُمْ أُمَّةٌۭ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara
kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Dalam ayat tersebut Allah SWT
menganjurkan hamba-Nya untuk dapat menasehati, mengajar, membimbing dan
mendidik sesamanya dalam hal melakukan kebajikan dan meninggalkan keburukan.
Dengan demikian Allah telah memberikan dasar yang jelas mengenai pendidikan
akhlak yang mana merupakan suatu usaha untuk membimbing dan mengarahkan manusia
agar berbudi pekerti luhur dan berakhlaqul karimah. Selain menyebutkan
pentingnya pendidikan akhlak, Al-Qur’an pun menunjukkan siapa figur yang harus
dicontoh dan dijadikan sebagai uswatun hasanah. Sebagaimana firman-Nya dalam QS.Al-Ahzab: 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ
اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ
وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً
Artinya:
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” Ayat tersebut menunjukkan bahwa
Rasulullah merupakan figur utama sebagai manusia dan utusan Allah yang patut
dijadikan panutan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Allah pun dalam ayat
lain memuji kepribadian Rasulullah SAW sebagaimana firman-Nya:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya:
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.” (QS.
Al-Qalam: 4). Dasar pentingnya akhlak dalam As-Sunnah dijelaskan oleh
Rasulullah dalam sabdanya:
Dari
Abu Hurairah r.a berkata: Bahwasanya Raasulullah SAW bersabda:
” إنما
بعثت لأتمم مكارم الأخلاق ”
“Sesungguhnya aku
diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. (HR.
Ahmad dan Baihaqi)[5]
Dari
ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah Saw. di atas menunjukkan bahwa dasar
dan pijakan pendidikan akhlak adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Dari dasar dan
pedoman itulah dapat diketahui kriteria suatu perbuatan itu baik ataupun buruk.
C.
TUJUAN
PENDIDIKAN AKHLAK
Agar
mahasiswa / peserta didik memiliki pemahaman yag baik tentang akhlak islam (moral
knowing), ruang lingkupnya, dan pada akhirnya memiliki komitmen (moral
feeling) untuk dapat menerapkan akhlak yang mulia dalam kehidupan
sehari-hari (moral action)[6].
Adapun tujuan pendidikan akhlak
secara umum yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan Islam adalah sebagai
berikut:
a.
Tujuan
pendidikan akhlak menurut Omar Muhammad Al Thoumy Al- Syaibani “Tujuan
tertinggi agama dan akhlak ialah menciptakan kebahagiaan dua kampung (dunia dan
akherat), kesempurnaan jiwa bagi individu, dan menciptakan kebahagiaan,
kemajuan, kekuatan dan keteguhan bagi masyarakat[7].
Pada dasarnya apa yang akan dicapai dalam pendidikan akhlak tidak berbeda
dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri.
b. Tujuan
pendidikan akhlak menurut M. Athiyah al
Abrasyi “Tujuan pendidikan budi pekerti adalah membentuk manusia yang berakhlak
(baik laki-laki maupun wanita) agar mempunyai kehendak yang kuat,
perbuatan-perbuatan yang baik, meresapkan fadhilah (kedalam jiwanya) dengan
meresapkan cinta kepada fadhilah (kedalam jiwanya) dengan perasaan cinta kepada
fadhilah dan menjauhi kekejian (dengan keyakinan bahwa perbuatan itu
benar-benar keji)[8].
c. Tujuan
pendidikan akhlak menurut Mahmud Yunus “Tujuan pendidikan akhlak adalah
membentuk putra-putri yang berakhlak mulia, berbudi luhur, bercita-cita tinggi,
berkemauan keras, beradab, sopan santun, baik tingkah lakunya, manis tutur
bahasanya, jujur dalam segala perbuatannya, suci murni hatinya”[9].
D. RUANG LINGKUP PENDIDIKAN AKHLAK
Untuk menentukan baik dan buruknya
akhlak seseorang maka ia harus berpegang teguh dengan al-qur’an dan sunnah nabi
Muhammad SAW, karena hanya melalui kedua sumber inilah manusia dapat memahami
bahwa sifat-sifat yang baik dan sifat-sifat yang buruk, ada beberapa aspek
ruang lingkup pendidikan akhlak[10]
yaitu :
a. Akhlaq
kepada Allah SWT
Orang
islam yang memiliki akidah yang benar dan kuat, berkewajiban untuk berakhlak
baik kepada Allah SWT, dengan cara menjaga kemauannya dengan meluruskan ubudiah
dasar tauhid, menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta ikhlas
beramal sholeh.
b. Akhlak
kepada diri sendiri
Manusia
yang telah diciptakan dalam sibghoh Allah SWT. Dalam potensi fitroh manusia
berkewajiban menjaganya dengan cara memelihara kesucian lahir maupun batin.
لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًۭا ۚ
لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ
فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌۭ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا۟ ۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ
ٱلْمُطَّهِّرِينَ
“Janganlah
kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang
didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut
kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin
membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS At-taubah
ayat 108)
c. Akhlak
kepada keluarga
Akhlak
kepada keluarga bisa dilakukan dengan cara berbakti kepada orang tua, bergaul
dengan makfur, member nafkah sebaik mungkin.
d. Akhlak
kepada tetangga
Membina
tetangga sangat penting, sebab tetangga adalah sahabat yang paling dekat.
Bahkan nabi Muhammad SAW dalam sabdanya menjelaskan bahwa “ Tidak
henti-hentinya jibril menyuruhku untuk berbuat baik kepada tetangga, hingga aku merasa tetangga sudah
seperti ahli waris” (HR Bukhori)
e. Akhlak
dalam kepemimpinan
Kita
sebagai manusia harus siap menjadi pemimpin dan dipimpin kalau kita menjadi
orang yang memimpin maka kita berkewajiban untuk memliki akhlak yang mulia
karena kita akan menjadi teladan baik orang, kalau pun kita menjadi orang yang
dipimpin maka kita harus patuh dan taat kepada pemimpin kita selama pemimpin
kita tidak berbuat dzolim
f. Akhlak
kepada lingkungan
Lingkungan
yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia
seperti hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda mati.
Akhlak
yang dikembangkan adalah cerminandari tugas kekholifahan di bumi yakni untuk
menjaga agar setiap proses pertumbuhan alam dapat terus berjalan sesuai fungsi
ciptaan-Nya.
وَمَا مِن دَآبَّةٍۢ فِى
ٱلْأَرْضِ وَلَا طَٰٓئِرٍۢ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّآ أُمَمٌ أَمْثَالُكُم ۚ
مَّا فَرَّطْنَا فِى ٱلْكِتَٰبِ مِن شَىْءٍۢ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
“Dan
tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami
alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan”. (QS. Al-An’am ayat 38)
E. Upaya Pendidikan Akhlak Dalam Membentuk Karakter Yang Baik
Tidak bisa kita pungkiri bahwa setiap
manusia ingin keterunannya dalam keadaan yang sempurna. Sempurna akhlaknya dan
budi pekertinya, menjadi anak yang sholeh dan sholehah merupakn cita-cita kita
semu. berikut ini beberapa metode yang bisa kita lakukan untuk membentuk
karakter akhlak yang baik :
a. Memilih
Jodoh Yang Baik
Sebelum
kita memiliki anak, maka yang harus kita lakukan adalah memilih pasangan hidup
yang sholeh atau sholehah dan berakhlak
mulia, seorang wanita yang sholehah akan menjadi madrasah yang baik bagi anak
keturunannya
“Wanita
itu dinikahi karena 4 hal : hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya.
Karena itu hendaklah kamu menikahi wanita yang baik agamanya, niscaya kamu akan
beruntung
(HR
Bukhari dan Muslim)
لَا أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ
المَرْءُ المَرْاَةُ الصَّا لِحَةُ
“ Maukah ku beritahukan kepadamu mengenai
sebaik-baik simpanan bagi seseorang? Yaitu seorang wanita yang sholehah” (HR
Ahmad).
Begitu juga seorang laki-laki yang sholeh akan
mampu memberikan contoh yang baik bagi keluarganya.
b. Memahamkan
Pentingnya Pendidikan Tauhid
Pendidikan merupan factor penting dalam
membentuk karakter seseorang terutama pendidikan tauhid, sebagaimana luqman
memahamkan putranya, Allah SWT berfirman
dalam Al-qur’an Surat Luqman ayat 12 yang berbunyi :
وَإِذْ
قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ
إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌۭ
Dan (ingatlah) ketika Lukman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar".
Dalam ayat lain Allah SWT
berfirman :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟
قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًۭا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ
عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌۭ شِدَادٌۭ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ
وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(QS At-Tahrim ayat 6)
Ayat tersebut menyeru kepada kita untuk
menjaga keselamatan keluarga kita siksa api neraka, maka salah satu cara
menjaga keluarga kita dari siksa api neraka dengan bertauhid kepada Allah SWT dengan
sungguh-sungguh karenanya jika seseorang sudah baik tauhidnya, aqidahnya
keimanannya maka ada satu jaminan kalau orang tersebut memiliki karakter sifat
yang baik sebagai makhluk Allah.
c. Memilihkan
Teman Yang Baik
Salah satu factor tercepat yang bisa
merubah karakter seseorang adalah teman dekat, maka pemilihan teman yang baik
harus dilakukan agar karakter yang dibentuk oleh teman-temannya adalah sebuah karakter
yang baik.
Rosulullah SAW bersabda :
المَرْءُ
عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُر اَحَدُ كم مَن يُخَا لِل
“ Seseorang akan
mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya perhatikanlah teman karib
kalian ( HR Abu Daud, Tirmidzi).
Ketika
kita berteman pada orang yang baik, maka
kita akan menjadi baik, tetapi ketika kita berteman dengan orang yang tidak
baik maka kita bisa menjadi orang yang tidak baik juga.
d. Pembiasaan
(Operan Conditioning)
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja
dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat dijadikan menjadi
kebiasaan[11].
Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman yang dibiasakan untuk diamalkan
atau dikerjakan. Pembiasaan dalam pendidikan hendaknya dimulai sejak dini. Rosulullah
SAW memerintahkan kepada orang tua, agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan
shalat, tatkala mereka umur tujuh tahun. “ suruhlah mereka untuk
melaksanakan shalat ketika mereka umur tujuh tahun dan pukullah mereka apabila
meninggalkannya ketika ia berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur
mereka”. ( HR Abu Dawud )
e. Keteladan
Pribadi orang tua memiliki andil yang
sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan akhlak. Ada pepatah yang
mengatakan
“Satu
contoh lebih baik daripada seribu nasehat” . Keteladanan
orang tua sangat besar pengeruhnya terhadap pribadi para anak-anak.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Pendidikan
akhlak adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik
untuk membentuk tabiat yang baik pada seorang anak didik, sehingga terbentuk
manusia yang taat kepada Allah. Pembentukan tabiat ini dilakukan oleh pendidik
secara kontinyu dengan
tidak ada paksaan dari pihak manapun.
2.
Pendidikan
akhlak dalam agama Islam bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3.
Tujuan
pendidikan akhlak adalah agar mahasiswa / peserta didik memiliki pemahaman yag
baik tentang akhlak islam (moral knowing), ruang lingkupnya, dan pada
akhirnya memiliki komitmen (moral feeling) untuk dapat menerapkan akhlak
yang mulia dalam kehidupan sehari-hari (moral action)[12].
4.
Ruang lingkup
pendidikan akhlak
a.
Akhlak terhadap
Allah
b. Akhlak
kepada diri sendiri
c. Akhlak
kepada keluarga
d. Akhlak
kepada tetangga
e.
Akhlak kepada
pemimpin
f.
Akhlak kepada
lingkungan
5. Upaya
- upaya Pendidikan Akhlak Dalam Membentuk
Karakter Yang Baik :
a. Memilih
jodoh yang baik
b. Memahamkan
pentingnya pendidikan tauhid
c. Memilihkan
teman yang baik
d. Pembiasaan
e. Keteladanan
Daftar Pustaka
Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam, cet. Keempat
Jakarta: Kalam Mulia, 2004
Abuddin Nata, Akhlak
Tasawuf, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997
Oemar al-Taomy
al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (terj) Hasan Langgulung,
Jakarta: Bulan Bintang, 1992
Imam Ahmad Ibn
Hanbal, Musnad Imam Ahmad, Juz II, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
t.t
Marzuki, Pendidikan
Agama Islam, Yogyakarta: Ombak, 2012
M. Athiyah Al
Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang 1983 h.108
Mahmud Yunus, Pokok-pokok
Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta:
Hida Karya Agung, 1978.
Mulyasa,
Manajemen Pendidikan karakter, Jakarta : Bumi Aksara. 2011,
[1]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet. Keempat (Jakarta:
Kalam Mulia, 2004), hlm. 1.
[4] Oemar al-Taomy
al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (terj) Hasan Langgulung,
Jakarta: Bulan Bintang, 1992, h.346
[5]
Imam Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Imam Ahmad, Juz II, (Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, t.t), h.504
[6] Marzuki, Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta:
Ombak, 2012 hlm. 172-173
[7] Oemar al-Taomy al-Syaibany, Falsafah
Pendidikan Islam (terj) Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1992,
h.346
[8] M. Athiyah Al Abrasy, Dasar-dasar
Pokok Pendidikan Islam, Jakarta :
Bulan Bintang 1983 h.108
[9] Mahmud Yunus, Pokok-pokok
Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta:
Hida Karya Agung, 1978, Cet. II, h.22
[10] Marzuki,
Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta : Ombak, 2012, hlm 181
[12] Marzuki, Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta:
Ombak, 2012 hlm. 172-173
Komentar
Posting Komentar