Tazkiyatun Nafs



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Islam merupakan agama yang menghendaki kebersihan lahiriah maupun batiniyah. Hal ini sesuai dengan  tata peribadahan  umat islam contohnya ketika akan sholat maka kita harus berwudhu  membersihkan badan kita agar suci  sebagai syarat sahnya sholat. Tasawuf merupakan salah satu bidang kajian studi islam yang memusatkan perhatiannya pada upaya pembersihan aspek batiniyah manusia yang dapat menghidupkan kegairahan akhlak mulia. Jadi sejak awal ilmu tasawuf ini tidak bisa lepas dari tazkiyatunal-nafs (penyucian jiwa).
Dalam Konteks inilah penyucian dapat dilakukan dengan proses tazkiyah al-nafs yang dalam konsepsi tasawuf didasarkan pada asumsi bahwa jiwa manusia ibarat cermin, sedangkan ilmu (hakikat) ibarat gambar yang menjadi objek, banyaknya gambar yang tertangkap dan terangnya tangkapan gambar tersebut tergantung pada kadar kebersihan cermin.

B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Apa yang dimasksud tazkiyatunnafs?
b.      Tujuan Tazkiyatun al-nafs ?
c.       Bagaimana Upaya Melakukan Tazkiyatun Nafs ?
d.      Bagaimana metode penyucian an-nafs ?

C.    TUJUAN MAKALAH
a.       Mengetahui pengertian tazkiyatun nafs
b.      Mengetahui tujuan tazkiyatun nasf
c.       Mengetahui metode dan cara tazkiyatun nafs

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN TAZKIYATUN NAFS
Tazkiyatun nafs berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata tazkiyah dan nafs. Secara bahasa (etimologi) tazkiyah berasal dari kata zaka yang artinya suci atau bersih sedangkan nafs artinya diri atau jiwa. Dengan demikian makna tazkiyatun nafs adalah membersihkan jiwa dari noda-noda dosa kepada Allah SWT dan dosa terhadap manusia[1].
Tazkiyatun nafs sangat diperlukan bagi setiap mukmin yang menginginkan jiwa, hati, dan perbuatannya tetap bersih karena kebersihan jiwa dapat menguntungkan bagi pelakunya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-A’la ayat 14 yang  berbunyi :
قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّىٰ
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). (QS Al’Alaa ayat 14)
            Dengan demikian, Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk mensucikan jiwanya dan menjaganya dari hal-hal yang membuat jiwa kotor. Mengutip pendapat imam qatadah tentang pengertian mensucikan jiwa adalah taat kepada Allah melalui amal sholeh dan ketaqwaan dengan sifat seperti ini maka akan menyebabkan hati menjadi lapang dan lega, sebaliknya dengan melakukan dosa-dosadan maksiyat maka hati akan semakin sempit dan tertutup dari ilmu Allah[2].




B.      TUJUAN TAZKIYATUN NAFS
Berdasarkan makna diatas bahwa tazkiyatun nafs mempunyai tujuan untuk membawa kualitas jiwa seseorang menjadi hamba Allah yang selalu taat beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rosulnya. Dengan nilai takwa maka seseorang telah melakukan pembersihan jiwa, karena kebersihan jiwa tidak dapat terlaksana tanpa ada rasa taqwa kepada Allah SWT. Hal ini telah Allah SWT sampaikan melalui firmannya yang berbunyi :
وَنَفْسٍ وَمَاسَوَّاهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا . قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
“ Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (perilaku) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya”  (QS. Asy-Syams/91 : 7-10)
Ayat ini menerangkan bahwa untuk membersihkan jiwa seseorang harus bertaqwa kepada Allah SWT. Dalam ayat lain Allah berfirman :
وَسَيُجَنَّبُهَا اْلأَتْقَى . الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى
Dan orang yang paling bertakwa akan dijauhkan dari api neraka, yaitu orang yang menginfakkan hartanya serta menyucikan dirinya. (QS. Al-Lail 92: 17-18).
Imam AL-Ghazali dalam ihya ulumudin mengatakan ada beberapa tujuan tazkiyatun nafs sebagai berikut :
a.       pembentukan manusia yang bersih akidahnya, suci jiwanya, luas ilmunya, dan seluruh aktivitas hidupnya bernilai ibadah.
b.      membentuk manusia yang berjiwa suci dan beakhlak mulia dalam pergaulan dengan sesamanya, yang sadar akan hak dan kewajiban, tugas seta tanggung jawabnya.
c.       membentuk manusia yang berjiwa sehat dengan terbebasnya jiwa dari perilaku tercela yang membahayakan jiwa itu sendiri.
d.      membentuk manusia yang berjiwa suci dan berakhlak mulia, baik terhadap Allah, diri sendiri maupun manusia sekitarnya.

C.        UPAYA – UPAYA MELAKUKAN TAZKIYATUN NAFS

1.     Berikut ini upaya-upaya yang harus dilakukan dalam rangka tazkiyatun nafs menurut ibnu tamiyyah yaitu[3] :
a.       Iman dan Tauhid Kepada Allah SWT
Untuk memenuhi pilar pertama, seseorang harus melakukan pengesaan kepada Allah (tauhid al-ibadah), pengesaan dalam kepatuhan (tauhid al-inkiyad), pengesaan total kepada syari’at-Nya dan memiliki rasa hina (tazalul) serta cinta kepada Allah (mahabbah). Selanjutnya secara argumentative ibnu tamiyyah menjelaskan :
“ Hati seseorang tidak akan lepas dari ketergantungan dengan makhluk manakala dia dapat menjadikan Allah sebagai pemimpinnya dan dia tidak menyembah kecuali hanya kepada-Nya, tidak meminta kecuali kepada-Nya, tidak berserah diri kecuali kepada-Nya, tidak bergembira kecuali kepada yang diridhoi-Nya,  tidak benci kecuali kepada yang dimurkai dan di benci-Nya, tidak mengasihi kecuali yang dikasihi-Nya, tidak memusuhi kecuali yang dimusuhi-Nya, tidak mencintai kecuali karena-Nya, tidak membenci karena-Nya, tidak memberi kecuali karena-Nya, tidak menolak kecuali karena-Nya. Manakala keikhlasan kepada agama Allah telah kuat, maka akan menjadi sempurnalah ibadahnya kepada Allah dan ketidakterikatnya dengan makhluk serta kesempurnaan ibadah dengan Allah maka dia akan terbebas dari sifat sombong dan syirik yang mengotori keimanan dan ketauhidannya.”[4]
Tauhid dan iman kepada Allah merupakan tazkiyatun nafs yang utama sebagaimana syirik merupakan pengotoran batin yang utama pula. Tazkiyatun nafs juga di lakukan dengan malaksanakan amal-amal kebaikan sebagai perwujudan dari iman dan tauhid kepada Allah.
b.       Mengikuti Rasulullah
Tazkiyatun nafs dengan mengikuti rasulullah adalah mengikuti ucapan, perbuatan, dan akhlanya karena semua kehidupan nabi rasulullah merupakan perbuatan yang baik bagi tazkiyatun nafs. Kehadiran rosulullah dibumi merupakan anugerah bagi manusia sebab tanpa kehadiran rosulullah manusia akan rusak dan tetap jahiliyah, selain itu rasulullah juga membawa umat manusia kepada kesucian baik iman maupun akhlaq. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi :
لَقَدْ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًۭا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا۟ مِن قَبْلُ لَفِى ضَلَٰلٍۢ مُّبِينٍ
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
(QS Ali Imron Ayat 164)
            Dengan merujuk ayat-ayat di atas, ibnu taimiyyah memastikan bahwa mengikuti rasulullah merupakan salah satu upaya untuk tazkiyatun nafs dengan cara mengikuti ucapan, perbuatan, dan akhlaqnya sesuai dengan salah satu misi rasul yaitu mensucikan umat manusia.
c.      Melaksanakan Kewajiban-kewajiban Agama
Seperti diketahui bahwa kewajiaban-kewajiban agama islam termasuk hal-hal yang disunnahkan pada ujung-ujungnya adalah untuk tazkiyatun nafs manusia. Bahkan semua perintah agama, wajib maupun sunnah, demikian pula larangan agama sangat berpengaruh terhadap penyucian jiwa. Contoh kewajiban agama yang dapat mensucikan jiwa adalah sholat, puasa, zakat, haji.
2.    Upaya-upaya tazkiyatun nafs menurut imam al-ghazali sebagai berikut :
a.      Mensucikan hati secara total dari selain Allah (tathir al-qalb bil kulliyah amma siwalah)
b.     Secara total zikir kepada Allah (al-istigraq bi dzirillah)
Fungsi dzikir adalah sebagai alat pencuci jiwa (tazkiyatun nafs). Al-ghazali mengatakan sebagaimana yang dikutib oleh Musthafa Zuhri, menyebutkan tazkiyatun nafs menghindari segala sifat-sifat yang tercela, guna menuju makrifat Allah SWT. Yang dimaskud sifat-sifat tercela meliputi hasad, su’udzan, riya’, ghibah dll, sifat tercela semacam itulah yang mendominasi batin dan perilaku manusia yang hendak dihilangkan dengan dzikir kepada Allah. Sebab dzikrullah menempati sentra amaliah jiwa hamba Allah yang beriman. Dzikir yang mengandung syifa’ itu mampu menenangkan perasaan dan menenangkan qalbu. Sebagai hasil dari dzikir hati pun menjadi suci atau bersih sehingga ia akan cenderung pada Allah Semata. Allah SWT berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّىٰوَذَكَرَ ٱسْمَ رَبِّهِۦ فَصَلَّىٰ
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. (QS Al-A’laa ayat 14-15)
Ayat ini mengingatkan bahwa kesucian hati itu menjadi bagian dari hidup orang yang beriman, akan tetapi belum cukup hanya dengan mengetahui dan merasakan saja. Hendaknya diikuti oleh pembersihan dengan terapi dzikrullah.
c.      Lebur (fana) kedalam zat Allah
Fana’ secara bahasa, berasal dari kata fayana, yang artinya musnah atau lenyap. Ibnu Arabi memeberikan 2 pengertian tentang fana’ yaitu :
1.      Fana’ dalam pengertian mistik yaitu hilangnyaketidaktahuan dan tinggallah pengetahuan sejati yang diperoleh melalui intuisitentang kesatuan esensial[5] keseluruhan itu.
2.      Fana’ dalam pengertian metafisika yaitu hilangnya bentuk-bentuk dunia fenomena dan berlangsungnya substansi universal yang satu.
Abu Bakr Al-kalabadzi (w. 378/988 M) mendefinisikan fana’ dengan hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada pamrih dari segala perbuatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaannyadan dapat membedakan sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangkan kepentingan ketika berbuat sesuatu.
Fana’ mempunyai beberapa pengertian :
a.       Fana’ ash-shifat, yaitu Lenyapnya sifat tercela, berganti dengan baqa’ (tetapnya sifat baik atau terpuji)
b.      Fana’ al-iradah yaitu Fana’nya manusia dari kehendakNya berganti dengan tetapnya Tuhan pada dirinya.
c.       Fana’ an-nafs yaitu hilang kesadaran manusia terhadap dirinya berganti dengan tetapnya kesadaran tentang Allah pada diri sufi.
Diantara tahapan paling dominan dalam fana’ adalah pemusnahan jiwa pendukung kejahatan (An-Nafs Al-Ammarah), pemusnahan jiwa yang tercela (An Nafs Al-Lawwamah), kemudian kedudukannya menjadi jiwa yang damai (An-nafs Al-Muthma’innah).







  1. METODE - METODE PENYUCIAN AN-NAFS

Metode-metode penyucian an-nafs yang harus dilakukan untuk mencapai tingkatan kesucian hati sebagai berikut :
    1. Metode Muhasabah (instropeksi). Kita melakukan perhitungan baik dan buruk terhadap perbuatan yang sudah dilakukan
    2. Metode Mu’aqabah (sanksi terhadap pelanggaran). Bila kita melakukan keburukan kemudian kita mengecam diri kita, mempersoalkannya dan kemudian menghukumnya
    3. Metode Muhasanah (memperbaiki situasi masa kini) kita berjanji untuk membiasakan perbuatan baik atau menghindari keburukan.
    4. Metode Mujahadah (optimlisasi) kita berjuang keras untuk mengoptalisasikan segala yang baik
    5. Metode Istiqomah (disiplin) kita menjaga kesenambungan untuk terus menerus dalam kebaikan.
    6. Metode Muraqoba (merasakan pengawasan Allah)
    7. Metode Mukasyafah  atau musyahadah (terbukanya tabir diri dengan Allah)













BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
1.      Tazkiyatun Nafs berasal dari Bahasa Arab yang terdiri dari dua kata tazkyat dan nafs. Secara kebahasaan (etimologi) tazkiyat berarti menyucikan, menguatkan dan mengembangkan. Sedangkan Nafs adalah diri atau jiwa seseorang. Dengan demikian istilah tazkiyatun nafsi memiliki makna mensucikan, menguatkan dan mengembangkan jiwa sesuai dengan potensi dasarnya (fitrah) takni potensi iman, islam, dan ihsan kepada Allah.
2.      Upaya - upaya Tazkiyatun Nafs :
Menurut ibnu taimiyyah :
a.       Iman dan Tauhid Kepada Allah SWT
b.      Mengikuti Rasulullah
c.       Melaksanakan Kewajiban – kewajiban Agama
Menurut Imam Al-ghazali :
a.       Mensucikan hati secara total dari selain Allah (tathir al-qalb bil kulliyah amma siwalah)
b.             Secara total zikir kepada Allah (al-istigraq bi dzirillah)
c.       Lebur (fana) kedalam zat Allah
3.      Metode-metode penyucian An-Nafs :
a.       Muhasabah
b.      Mu’aqabah
c.       Muhasanah
d.      Mujahadah
e.       Istiqomah
f.       Muraqabah
g.      Mukasyafah atau musyahadah


Daftar Pustaka

Masyharuddin, Pemberontakan Tasawuf, Surabaya : Jp Books, 2007
Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, Jakarta : Amzah, 2005
Ibn Taimiyyah, Ahmad Taqiy al-Din, Majmu Fatawa, Riyadh : 1902.
Kamus besar bahasa indonesia



[1] Totok jumantoro, kamus ilmu tasawuf.Azam,2005, hlm. 44
[2] Ibnu tamiyyah, Majmu’ Fatawa, Vol. X, hlm. 629
[3] Ibnu taimiyyah, Tazkiyatun Nafs, Riyad. Dar al- Muslim, 1994
[4] Ibnu taimiyyah, majmu fatawa, Vol. X, hlm. 198
[5] Esensial artinya Perlu sekali, dalam KBBI hlm. 270

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM MEMBENTUK KARAKTER